Lemahnya Fatwa MUI

BANTAHAN :

Dasar hukum dari MUI dalam masalah vaksin Sinovac berdasarkan ayat Allooh tentang makanan. Dan menyuntikkan sesuatu virus atau bagian virus,bukanlah masalah makanan,tapi masalah hukum,apakah itu bermanfaat atau berbahaya. Atau tidak tertulis secara jelas di Alquran dan hadis nabi. Perlu ijtihad di situ.Seperti pertanyaan nabi pada Muadz bin Jabal Bagaimana kamu memutuskan perkara jika diajukan perkara kepadamu dalam urusan hukum? Muaz menjawab, saya akan putuskan dengan kitab Allah,” jawab Muadz dengan lugas
Nabi SAW bertanya kembali, “Bagaimana jika tidak engkau temukan dalam kitab Allah? “Saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah, jawab Muaz. Rasulullah bertanya kembali, jika tidak engkau dapatkan dalam sunnah Rasulullah dan tidak pula dalam Kitab Allah? Muaz menjawab, saya akan berijtihad dengan pemikiran saya dan saya tidak akan berlebih-lebihan. Maka Rasulullah SAW menepuk dadanya seraya bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah menyamakan utusan dari utusan Allah sesuai dengan yang diridhai Rasulullah.” (HR Abu Daud)
Secara umum dasar ijtihad dalam menentukan masalah hukum adalah
Islam tidak memerintahkan sesuatu kecuali mengandung 100% kebaikan, atau kebaikan-nya lebih dominan. Dan Islam tidak melarang sesuatu kecuali mengandung 100% keburukan, atau keburukannya lebih dominan”

Dan vaksinasi yang membeli vaksinnya memakai uang rakyat ribuan triliun itu,ternyata sama sekali tidak bermanfaat,bahkan memberikan mudarat seperti yang saya tuliskan dalam surat ke MUI itu (Alasan Untuk Mengeluarkan Fatwa Bahwa Vaksinasi COVID-19 adalah HARAM) . Maka hukum haram untuk vaksinasi adalah sangat kuat.